Cerita Sudais (Mahasiswa TB) Memperoleh Juara 1 Lomba tingkat ASEAN

Menurut Kementerian Kesehatan (2019), penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Akibatnya, pemerintah perlu mengalokasikan dana yang tidak sedikit untuk mengatasi hal ini. Disebutkan bahwa pada 2014 penyakit jantung menghabiskan dana BPJS Kesehatan sebesar Rp 4,4 triliun, kemudian meningkat menjadi 7,4 triliun pada 2016, dan terus meningkat menjadi Rp 9,3 triliun pada tahun 2018. Dari sekian penyebab penyakit jantung, konsumsi minyak jelantah merupakan salah satu di antaranya. Tak hanya penyakit jantung, konsumsi minyak jelantah juga dapat memicu penyakit-penyakit lainnya seperti kerusakan hati dan kanker. Belum lagi, minyak jelantah juga dapat membawa dampak buruk lainnya apabila dibuang ke saluran pembuangan. Melihat kondisi itu, saya mencoba mencari tahu potensi pemanfaatan minyak jelantah yang ada.

Berdasarkan Global Agricultural Information Network USDA (2019), konsumsi minyak goreng di Indonesia pada tahun 2019 adalah sebanyak 28,4 juta kilo liter. Dari besarnya penggunaan tersebut, yang dimanfaatkan kembali menjadi sesuatu yang bernilai seperti ekspor, minyak goreng daur ulang, dan produksi biodisel hanyalah sekitar 10,6%-nya. Padahal, 28,4 juta kilo liter itu bisa kita manfaatkan untuk produksi sekitar 5,7 juta kilo liter biodiesel.

Dengan melakukan perhitungan sederhana berdasarkan acuan harga pasar dan ongkos produksi dari The International Council on Clean Transportation (2018) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2021), 5,7 juta kilo liter tersebut dapat menciptakan margin sebesar 1,767 miliar dolar AS. Di mana apabila kita mengacu kepada upah minimum provinsi DKI Jakarta —data dari Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta (2021)— yaitu sebesar 4,4 juta rupiah per bulan, margin tersebut dapat menghidupi sekitar 482 ribu orang selama satu tahun. Oleh karena itu, pemanfaatan minyak jelantah menjadi biodiesel diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan menurunkan angka kemiskinan masyarakat sembari memenuhi target SDGs Nomor 12 terkait konsumsi yang bertanggung jawab serta sebagai salah satu upaya kita dalam transisi energi bersih untuk menanggulangi perubahan iklim.

 

 

You may also like...

Leave a Reply